Ibu yang dekat dengan remaja memiliki
pengaruh besar terhadap aktivitas seksual anak remajanya. Banyak orangtua
berbicara panjang lebar kepada anak-anaknya yang menginjak remaja mengenai
seks, namun kebanyakan tidak akan digubris. Berbeda halnya jika remaja ini
dekat secara emosional dengan ibunya, mereka akan lebih cenderung menunda
berhubungan seks.
"Orangtua banyak yang mengatakan bahwa berbicara sampai wajahnya membiru pun anak-anak tidak akan mau mendengar. Anak-anak lebih memperhatikan nilai-nilai yang dipegang orangtuanya terhadap seks. Tapi hanya berbicara saja tidak akan membuat remaja menjadi paham," kata peneliti, Robert Blum, MD, PhD, profesor dan direktur Pusat Kesehatan dan Perkembangan Remaja University of Minnesota seperti dilansir WebMD, Minggu (30/4/2012).
Blum menemukan bahwa remaja cenderung takut melakukan hubungan seks jika melihat sang ibu menentangnya. Bahkan ketika sang ibu mengatakan boleh berhubungan seks, hanya 30% remaja perempuan dan 45% remaja laki-laki yang mempertimbangkan perasaan sang ibu dalam memandang seks sehingga lebih memilih menunda berhubungan seks.
Namun ketika remaja mengatakan bahwa mereka aktif secara seksual, hanya sekitar setengah dari seluruh ibu peserta penelitian yang berpikir bahwa anaknya benar-benar melakukannya.
Temuan ini didasarkan pada survei berjudul National Longitudinal Study of Adolescent Health menggunakan teknik analisis wawancara terhadap 5.000 orang remaja dan ibunya selama 1 tahun. Laporan lengkap penelitian ini dimuat di Journal of Adolescent Health. Para peneliti mengatakan bahwa penelitian menemukan beberapa faktor yang dapat menunda remaja melakukan aktivitas seksual, yaitu:
1. Remaja laki-laki yang merasa dekat dengan ibu serta menganggapnya sebagai sosok yang hangat dan peduli lebih mungkin menunda berhubungan seks.
2. Remaja perempuan dan laki-laki yang ibunya memiliki tingkat pendidikan tinggi lebih kecil kemungkinannya menjadi aktif secara seksual.
3. Remaja perempuan yang ibunya sering berbicara dengan orangtua teman-temannya lebih kecil kemungkinannya melakukan seks selama masa penelitian.
Namun penelitian juga menemukan bahwa faktor lain yang awalnya diduga kuat dapat mencegah aktivitas seksual pada remaja ternyata tidak selamanya berhasil. Sebagai contoh, remaja yang ibunya sangat religius tidak membuat para remaja berkurang kemungkinnya menjadi aktif secara seksual dibandingkan remaja lainnya.
Selain itu, survei menunjukkan bahwa para ibu yang religius ini cenderung menyarankan anak laki-lakinya menggunakan alat kontrasepsi saat berusia 14 - 15 tahun daripada mengingatkan anak perempuannya. Namun penelitian ini tidak menunjukkan bahwa hal itu mempengaruhi kecenderungan remaja untuk mulai berhubungan seks.
"Sampai saat ini, berbagai hasil penelitian masih bercampur mengenai apakah berbicara kepada remaja tentang alat kontrasepsi dapat mendorong remaja menjadi aktif secara seksual atau tidak. Namun berbicara mengenai alat kontrasepsi nampaknya tidak berdampak besar pada kecencerungan para remaja untuk mulai berhubungan seksual," kata Blum.
"Orangtua banyak yang mengatakan bahwa berbicara sampai wajahnya membiru pun anak-anak tidak akan mau mendengar. Anak-anak lebih memperhatikan nilai-nilai yang dipegang orangtuanya terhadap seks. Tapi hanya berbicara saja tidak akan membuat remaja menjadi paham," kata peneliti, Robert Blum, MD, PhD, profesor dan direktur Pusat Kesehatan dan Perkembangan Remaja University of Minnesota seperti dilansir WebMD, Minggu (30/4/2012).
Blum menemukan bahwa remaja cenderung takut melakukan hubungan seks jika melihat sang ibu menentangnya. Bahkan ketika sang ibu mengatakan boleh berhubungan seks, hanya 30% remaja perempuan dan 45% remaja laki-laki yang mempertimbangkan perasaan sang ibu dalam memandang seks sehingga lebih memilih menunda berhubungan seks.
Namun ketika remaja mengatakan bahwa mereka aktif secara seksual, hanya sekitar setengah dari seluruh ibu peserta penelitian yang berpikir bahwa anaknya benar-benar melakukannya.
Temuan ini didasarkan pada survei berjudul National Longitudinal Study of Adolescent Health menggunakan teknik analisis wawancara terhadap 5.000 orang remaja dan ibunya selama 1 tahun. Laporan lengkap penelitian ini dimuat di Journal of Adolescent Health. Para peneliti mengatakan bahwa penelitian menemukan beberapa faktor yang dapat menunda remaja melakukan aktivitas seksual, yaitu:
1. Remaja laki-laki yang merasa dekat dengan ibu serta menganggapnya sebagai sosok yang hangat dan peduli lebih mungkin menunda berhubungan seks.
2. Remaja perempuan dan laki-laki yang ibunya memiliki tingkat pendidikan tinggi lebih kecil kemungkinannya menjadi aktif secara seksual.
3. Remaja perempuan yang ibunya sering berbicara dengan orangtua teman-temannya lebih kecil kemungkinannya melakukan seks selama masa penelitian.
Namun penelitian juga menemukan bahwa faktor lain yang awalnya diduga kuat dapat mencegah aktivitas seksual pada remaja ternyata tidak selamanya berhasil. Sebagai contoh, remaja yang ibunya sangat religius tidak membuat para remaja berkurang kemungkinnya menjadi aktif secara seksual dibandingkan remaja lainnya.
Selain itu, survei menunjukkan bahwa para ibu yang religius ini cenderung menyarankan anak laki-lakinya menggunakan alat kontrasepsi saat berusia 14 - 15 tahun daripada mengingatkan anak perempuannya. Namun penelitian ini tidak menunjukkan bahwa hal itu mempengaruhi kecenderungan remaja untuk mulai berhubungan seks.
"Sampai saat ini, berbagai hasil penelitian masih bercampur mengenai apakah berbicara kepada remaja tentang alat kontrasepsi dapat mendorong remaja menjadi aktif secara seksual atau tidak. Namun berbicara mengenai alat kontrasepsi nampaknya tidak berdampak besar pada kecencerungan para remaja untuk mulai berhubungan seksual," kata Blum.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !